Oleh:
DARYANI
MAHASISWA PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BATIK (UNIBA) SURAKARTA
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara untuk mencapai kesejahteraan. Sedangkan istilah sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Adapun istilah ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda atau jasa. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), .
Pendidikan
memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan
merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan upaya
peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal
ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap
produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat.
Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan
siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.
B. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan dua sisi kehidupan yang
erat kaitannya dan saling mempengaruhi. Pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan produk domestik bruto (PDB) dari tahun sebelumnya tanpa melihat persentase pertambahan penduduk. Kenaikan yang terjadi dalam struktur kegiatan ekonomi dapat berupa penambahan sarana dan prasarana transportasi dan perluasan segmen pasar.
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang menyebabkan terjadinya kenaikan pendapatan per kapita masyarakat dalam suatu struktur soasial ekonomi masyarakat dari yang bercorak tradisional ke modern. Dalam pembangunan ekonomi diupayakan bagaimana mengatasi kesenjangan sosial dengan memperkecil tingkat pengangguran dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.. Pertumbuhan ekonomi mempunyai 3 unsur penting, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses. Artinya, suatu kegiatan berlangsung secara terus menerus dan mempunyai kaitan dengan bidang-bidang lain.
2. Pertumbuhan ekonomi merupakan usaha untuk menaikkan output per kapita. Dalam hal ini ada dua variabel yang menentukan kenaikan output per kapita, yaitu pendapatan dan jumlah penduduk. Untuk memperoleh kenaikan output per kapita, kenaikan pendapatan harus lebih tinggi daripada kenaikan jumlah penduduk.
3. Kenaikan output per kapita harus terus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, misalnya 10 sampai dengan 20 tahun.
Pertumbuhan ekonomi dipakai sebagai alat untuk mengukur keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi = PDB^ ( PDB pada tahun A) – PDB yang digunakan sebagai tahun banding.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan produk domestik bruto (PDB) dari tahun sebelumnya tanpa melihat persentase pertambahan penduduk. Kenaikan yang terjadi dalam struktur kegiatan ekonomi dapat berupa penambahan sarana dan prasarana transportasi dan perluasan segmen pasar.
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang menyebabkan terjadinya kenaikan pendapatan per kapita masyarakat dalam suatu struktur soasial ekonomi masyarakat dari yang bercorak tradisional ke modern. Dalam pembangunan ekonomi diupayakan bagaimana mengatasi kesenjangan sosial dengan memperkecil tingkat pengangguran dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.. Pertumbuhan ekonomi mempunyai 3 unsur penting, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses. Artinya, suatu kegiatan berlangsung secara terus menerus dan mempunyai kaitan dengan bidang-bidang lain.
2. Pertumbuhan ekonomi merupakan usaha untuk menaikkan output per kapita. Dalam hal ini ada dua variabel yang menentukan kenaikan output per kapita, yaitu pendapatan dan jumlah penduduk. Untuk memperoleh kenaikan output per kapita, kenaikan pendapatan harus lebih tinggi daripada kenaikan jumlah penduduk.
3. Kenaikan output per kapita harus terus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, misalnya 10 sampai dengan 20 tahun.
Pertumbuhan ekonomi dipakai sebagai alat untuk mengukur keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi = PDB^ ( PDB pada tahun A) – PDB yang digunakan sebagai tahun banding.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Boediono, teori pertumbuhan ekonomi bias didefeinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan.
*Teori Pertumbuhan Ekonomi Karl Bucher
Pertumbuhan Ekonomi Kal Bucher dibagi berdasarkan lamanya penyaluran barang dari produsen ke konsumen.
1. Rumah Tangga Tertutup
Kehidupan masyarakat berubvah dari yang selalu berpindah menjadi menetap dan hidup berkelompok, belum terjadi pertukaran barang karena tingkat peradaban yang masih sangat rendah.
2. Rumah Tangga Kota
Ruang lingkup kegiatan ekonominya lebih luas, meliputi kota dan desa-desa di sekitarnya. Kota sebagai pusat perdagangan hasil dari desa, sebaliknya hasil industri dan kerajinan yang dihasilkan di kota dijual di desa sehingga antara kota dan desa terjadi pertukaran dan terbentuk suatu kesatuan kegiatan ekonomi.
3. Rumah Tangga Bangsa
Pertukaran makin luas akibat kemajuan teknologi dan produksi barang secara besar-besaran. Terjadi hubungan pengusaha dan buruh sebagai hubungan yang saling menguntungkan, yang merupakan awal dari perdagangan antar bangsa yang saling menguntungkan.
4. Rumah Tangga Dunia
Hubungan perdagangan antara suatu negara dengan negara lain makin mudah karena kemajuan teknologi yang sangat pesat dalam proses produksi. Perekonomian mencakup seluruh dunia sehingga timbul suatu tahap perkembangan kehidupan perekonomian dunia, yaitu negara industri mendapat bahan mentah dari Negara lain dan menjual hasil produksinya ke nagara lain juga.
Menurut Boediono, teori pertumbuhan ekonomi bias didefeinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan.
*Teori Pertumbuhan Ekonomi Karl Bucher
Pertumbuhan Ekonomi Kal Bucher dibagi berdasarkan lamanya penyaluran barang dari produsen ke konsumen.
1. Rumah Tangga Tertutup
Kehidupan masyarakat berubvah dari yang selalu berpindah menjadi menetap dan hidup berkelompok, belum terjadi pertukaran barang karena tingkat peradaban yang masih sangat rendah.
2. Rumah Tangga Kota
Ruang lingkup kegiatan ekonominya lebih luas, meliputi kota dan desa-desa di sekitarnya. Kota sebagai pusat perdagangan hasil dari desa, sebaliknya hasil industri dan kerajinan yang dihasilkan di kota dijual di desa sehingga antara kota dan desa terjadi pertukaran dan terbentuk suatu kesatuan kegiatan ekonomi.
3. Rumah Tangga Bangsa
Pertukaran makin luas akibat kemajuan teknologi dan produksi barang secara besar-besaran. Terjadi hubungan pengusaha dan buruh sebagai hubungan yang saling menguntungkan, yang merupakan awal dari perdagangan antar bangsa yang saling menguntungkan.
4. Rumah Tangga Dunia
Hubungan perdagangan antara suatu negara dengan negara lain makin mudah karena kemajuan teknologi yang sangat pesat dalam proses produksi. Perekonomian mencakup seluruh dunia sehingga timbul suatu tahap perkembangan kehidupan perekonomian dunia, yaitu negara industri mendapat bahan mentah dari Negara lain dan menjual hasil produksinya ke nagara lain juga.
Hampir
semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal
ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah, pemerataan
pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif
kurang memenuhi syarat. Padahal
kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas
sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan kualitas
sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan multiplier efect
terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang
ekonomi. Isu
mengenai sumber daya manusia (human capital) sebagai input pembangunan
ekonomi sebenarnya telah dimunculkan oleh Adam Smith pada tahun 1776,
yang mencoba menjelaskan penyebab kesejahteraan suatu negara, dengan
mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan 2)
pembentukan keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang
sampai saat ini telah menjadi isu utama tentang pentingnya pendidikan
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah
mempunyai peran aktif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
agar sumber daya manusia yang dihasilkan dapat menjadi sumber untuk pembangunan negara
maupan daerah, dan salah satu usaha pemerintah untuk memajukan
pendidikan yaitu dengan mencanangkan program wajib belajar sembilan
tahun. Hal ini diatur dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 20
tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 7
sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, tidak boleh ada
dropout karena alasan biaya. Jika hal ini terjadi, pemerintah dinggap
telah mengingkari amanat UU dan mengingkari tugas bangsa, karena dalam
ketetapan pemerintah 20% dari APBN adalah untuk dialokasikan pada sektor
pendidikan.
C. Hubungan Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan
investasi sumber daya manusia (pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi
merupakan dua mata rantai. Namun demikian, pertumbuhan tidak akan bisa
tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu sumber
daya manusia dilakukan, jika tidak ada program yang jelas tentang
peningkatan mutu pendidikan dan program ekonomi yang jelas.
Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari Harvard Dale Jorgenson et al.
(1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu 1948-79
misalnya menunjukkan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi adalah
disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen
disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia serta 24 persen
disebabkan kemajuan teknologi. Selanjutnya, meski modal manusia memegang
peranan penting dalam pertumbuhan penduduk, para ahli mulai dari
ekonomi, politik, sosiologi bahkan engineering lebih menaruh
prioritas pada faktor modal fisik dan kemajuan teknologi. Ini beralasan
karena melihat data AS misalnya, total kombinasi kedua faktor ini
menyumbang sekitar 65 persen pertumbuhan ekonomi AS pada periode
1948-79.
Namun,
sesungguhnya faktor teknologi dan modal fisik tidak independen dari
faktor manusia. Suatu bangsa dapat mewujudkan kemajuan teknologi,
termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, serta modal fisik seperti
bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya jika negara tersebut memiliki
modal manusia yang kuat dan berkualitas. Apabila demikian, secara tidak
langsung kontribusi faktor modal manusia dalam pertumbuhan penduduk
seharusnya lebih tinggi dari angka 31 persen.
D. Konstribusi Pendidikan terhadap Kesuksesan Ekonomi
Setiap masyarakat di seluruh dunia ini senantiasa menghendaki kesejahteraan. Khusus untuk kesejahteraan fisik, mereka secara praktis bersama mengembangkan sistem yang mengatur bagaimana seluruh anggotanya berproses memperoleh kesuksesan, mengupayakan distribusi pemuas kesejahteraan serta menjamin bagaimana alokasi wahana kesuksesan tersebut dapat dianugerahkan kepada pihak-pihak yang berhak memperolehnya.Dalam kaitan tersebut, terminologi sosiologi memfokuskan studitentang kesejahteraan dan sistem kesejahteraan fisik tersebut dalam suatu wadah subkajian bernama lembaga sosial ekonomi. Dalam perkembangannya, pranata ekonomi memilihara kelangsungan sistem nilainya tidak pernah lepas dari keterkaitandengan ruang-ruang sosial lainnya baik itu pranata politik,pendidikan, kemasyarakatan atau keluarga maupun agama. Disini dapat diamati karakteristik hubungan pranata sosial dalam masyarakat terkini yang cenderung bersifat kompleks, fungsional, independen, serta memiliki ketergantungan yang tinggi sehingga mampu menjabarkan sebuah pola hubungan yang bersifatsistemik.Dalam konteks tersebut, keniscayaan aktivitas pendidikan senantiasa dibingkai dari realitas sosial ekonomi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, hubungan yang bersifat deterministis menjadi karakter hubungan kedua pranata sosial tersebut.
Asumsi-asumsi yang berkembang selalu menekankan pengaruh persepsi umum mengenai simbol-simbol yang terbentuk dari pranata sosial ekonomi. Keyakinan umum bahwa seseorang yang memiliki bekal pendidikan formal akan cenderung menuai sukses ekonomi merupakan suatu contoh pengaruh pranata pendidikan terhadap aktivitas ekonomi para anggota suatu masyarakat Robert K Merton (dalam Mifflen, l986) menyatakan bahwa, setiap lembaga sosial tidak sekadar memelihara sebuah tujuan dan fungsi yang manifes, yakni sebuah fungsi yang mencerminkan kegunaan dari terbentuknya sebuah pranata. Namun karena realitas sosial semenjak ilmu pengetahuan telah menguasai iklim kehidupan manusia bukanlah sebuah kredo monolog yang tugasnya meminimalisasi perubahan-perubahan. Justru realitas itu kini lebih bersifat acak, dinamis, dan membias keseluruh segi maka fungsi latenlah yang mengambil alih pola gerak maupun hubungan lintas lembaga sosial. Munculnya asumsi sosial bahwa pendidikan mempengaruhi kesuksesan ekonomi seseorang bukanlah suatu keyakinan spontan yang tidak berdasar. Berangkat dari sebuah trend sosial masyarakat di Indonesia, misalnya pada awal dekade berkuasanya Orde Baru, sebagian besar lini pekerjaan membutuhkan tenaga kerja berlatar belakang pendidikan formal. Hampir mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal mampu terserap di lahan-lahan pekerjaan. Situasi tersebut memang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan pemerintah terhadap tenaga terdidik untuk mengoperasikan skill dan keahliannya dalam rangka industrialisasi dan modernisasi pembangunan negara. Selain itu, keyakinan umum tersebut juga bukanlah hal yang baru. Puluhan tahun yang lalu ketika politik etis diterapkan oleh pemerintah kolonial belanda berhasil membentuk pola pikir masyarakat kita tentang pendidikan dengan kesuksesan ekonomi.
Para pribumi (meskipun hanyalah bangsawan dan golongan priyayi) yang memiliki ijasah dari sekolah-sekolah bentukan kolonial mendapat kesempatan untuk ditempatkan pada instansiintansi pemerintah kolonial. Meskipun posisi mereka hanya sebagai pegawai rendahan, namun keberadaan mereka yang telah mendominasi lembaga birokrasi kolonial berhasil menggeser persepsi masyarakat. Lembaga pendidikan tepatnya sekolah dianggap sebagai tangga strategis untuk meraih kemapanan hidup tanpa harus melalui usaha-usaha ekonomi lain yang tampaknya lebih lambat dan beresiko tinggi untuk mengalami kegagalan.
Argumen lain yang melandasi kepercayaan umum bahwa melalui sekolah atau pendidikan formal para individu dapat mencapai tingkat keberhasilan ekonomi dengan relatif cepat lantaran dalam lembaga sekolah menyediakan serangkaian proses pengajaran yang mampu membekali para pesertanya dengan perangkat kemampuan yang dibutuhkan oleh lahan pekerjaan di era modern. Selain itu, sebuah ekspektasi sosial juga menggejala pada salah satu asumsi bahwa melalui penempaan skill secara berkesinambungan dalam sebuah organisasi yang mapan para lulusan lembaganya akan memiliki keutuhan sikap, kemampuan dan kepribadian yang progresif, kreatif dan memiliki kecermatan tinggi untuk menangkap potensi ekonomis dalam setiap kondisi maupun situasi. Sehingga dari otak dan tangan-tangan merekalah akan memunculkan lahan-lahan penghidupan baru yang mampu menjamin kesejahteraan manusia. Di antara berbagai persepsi yang muncul di tengah-tengah masyarakat, merebaknya persepsi lain juga tidak bisa dipungkiri seputar problema besar yang tengah kita hadapi bersama yakni persoalan krisis Sumber Daya Manusia yang cukup akut. Berdasarkan
sebuah data bahwa jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Dari fakta statistik tersebut dapat menjadi bukti lemahnya sistem dan orientasi lembaga pendidikan kita untuk memproduk tenaga kerja yang siap kerja. Secara lebih luas, besarnya angka pengangguran terdidik yang memadati setiap sudut wilayah di Indonesia (terutama di kota) sudah cukup membuktikan bahwa proses aktivitas pendidikan nasional tengah mengalami kegagalan. Sebagai salah satu institusi masyarakat yang bertanggung jawab untuk menjamin tersedianya manusia-manusia yang mampu menjadi katalisator kesejahteraan sosial ekonomi, pendidikan telah berbalik arah
membebani masyarakat kita yang memang sudah carut marut diterpa badai krisis multidimensi yang berkepanjangan. Kiranya perlu kita amati lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena masyarakat kita. Studi sosiologi pendidikan tidak berusaha memberikan solusi yang bernuansa etis, akan tetapi kajian teoretisnya berusaha memberikan gambaran objektif tentang seluruh komponen yang mempengaruhi konstruksi hubungan antara pranata pendidikan dan pranata ekonomi
Setiap masyarakat di seluruh dunia ini senantiasa menghendaki kesejahteraan. Khusus untuk kesejahteraan fisik, mereka secara praktis bersama mengembangkan sistem yang mengatur bagaimana seluruh anggotanya berproses memperoleh kesuksesan, mengupayakan distribusi pemuas kesejahteraan serta menjamin bagaimana alokasi wahana kesuksesan tersebut dapat dianugerahkan kepada pihak-pihak yang berhak memperolehnya.Dalam kaitan tersebut, terminologi sosiologi memfokuskan studitentang kesejahteraan dan sistem kesejahteraan fisik tersebut dalam suatu wadah subkajian bernama lembaga sosial ekonomi. Dalam perkembangannya, pranata ekonomi memilihara kelangsungan sistem nilainya tidak pernah lepas dari keterkaitandengan ruang-ruang sosial lainnya baik itu pranata politik,pendidikan, kemasyarakatan atau keluarga maupun agama. Disini dapat diamati karakteristik hubungan pranata sosial dalam masyarakat terkini yang cenderung bersifat kompleks, fungsional, independen, serta memiliki ketergantungan yang tinggi sehingga mampu menjabarkan sebuah pola hubungan yang bersifatsistemik.Dalam konteks tersebut, keniscayaan aktivitas pendidikan senantiasa dibingkai dari realitas sosial ekonomi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, hubungan yang bersifat deterministis menjadi karakter hubungan kedua pranata sosial tersebut.
Asumsi-asumsi yang berkembang selalu menekankan pengaruh persepsi umum mengenai simbol-simbol yang terbentuk dari pranata sosial ekonomi. Keyakinan umum bahwa seseorang yang memiliki bekal pendidikan formal akan cenderung menuai sukses ekonomi merupakan suatu contoh pengaruh pranata pendidikan terhadap aktivitas ekonomi para anggota suatu masyarakat Robert K Merton (dalam Mifflen, l986) menyatakan bahwa, setiap lembaga sosial tidak sekadar memelihara sebuah tujuan dan fungsi yang manifes, yakni sebuah fungsi yang mencerminkan kegunaan dari terbentuknya sebuah pranata. Namun karena realitas sosial semenjak ilmu pengetahuan telah menguasai iklim kehidupan manusia bukanlah sebuah kredo monolog yang tugasnya meminimalisasi perubahan-perubahan. Justru realitas itu kini lebih bersifat acak, dinamis, dan membias keseluruh segi maka fungsi latenlah yang mengambil alih pola gerak maupun hubungan lintas lembaga sosial. Munculnya asumsi sosial bahwa pendidikan mempengaruhi kesuksesan ekonomi seseorang bukanlah suatu keyakinan spontan yang tidak berdasar. Berangkat dari sebuah trend sosial masyarakat di Indonesia, misalnya pada awal dekade berkuasanya Orde Baru, sebagian besar lini pekerjaan membutuhkan tenaga kerja berlatar belakang pendidikan formal. Hampir mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal mampu terserap di lahan-lahan pekerjaan. Situasi tersebut memang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan pemerintah terhadap tenaga terdidik untuk mengoperasikan skill dan keahliannya dalam rangka industrialisasi dan modernisasi pembangunan negara. Selain itu, keyakinan umum tersebut juga bukanlah hal yang baru. Puluhan tahun yang lalu ketika politik etis diterapkan oleh pemerintah kolonial belanda berhasil membentuk pola pikir masyarakat kita tentang pendidikan dengan kesuksesan ekonomi.
Para pribumi (meskipun hanyalah bangsawan dan golongan priyayi) yang memiliki ijasah dari sekolah-sekolah bentukan kolonial mendapat kesempatan untuk ditempatkan pada instansiintansi pemerintah kolonial. Meskipun posisi mereka hanya sebagai pegawai rendahan, namun keberadaan mereka yang telah mendominasi lembaga birokrasi kolonial berhasil menggeser persepsi masyarakat. Lembaga pendidikan tepatnya sekolah dianggap sebagai tangga strategis untuk meraih kemapanan hidup tanpa harus melalui usaha-usaha ekonomi lain yang tampaknya lebih lambat dan beresiko tinggi untuk mengalami kegagalan.
Argumen lain yang melandasi kepercayaan umum bahwa melalui sekolah atau pendidikan formal para individu dapat mencapai tingkat keberhasilan ekonomi dengan relatif cepat lantaran dalam lembaga sekolah menyediakan serangkaian proses pengajaran yang mampu membekali para pesertanya dengan perangkat kemampuan yang dibutuhkan oleh lahan pekerjaan di era modern. Selain itu, sebuah ekspektasi sosial juga menggejala pada salah satu asumsi bahwa melalui penempaan skill secara berkesinambungan dalam sebuah organisasi yang mapan para lulusan lembaganya akan memiliki keutuhan sikap, kemampuan dan kepribadian yang progresif, kreatif dan memiliki kecermatan tinggi untuk menangkap potensi ekonomis dalam setiap kondisi maupun situasi. Sehingga dari otak dan tangan-tangan merekalah akan memunculkan lahan-lahan penghidupan baru yang mampu menjamin kesejahteraan manusia. Di antara berbagai persepsi yang muncul di tengah-tengah masyarakat, merebaknya persepsi lain juga tidak bisa dipungkiri seputar problema besar yang tengah kita hadapi bersama yakni persoalan krisis Sumber Daya Manusia yang cukup akut. Berdasarkan
sebuah data bahwa jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Dari fakta statistik tersebut dapat menjadi bukti lemahnya sistem dan orientasi lembaga pendidikan kita untuk memproduk tenaga kerja yang siap kerja. Secara lebih luas, besarnya angka pengangguran terdidik yang memadati setiap sudut wilayah di Indonesia (terutama di kota) sudah cukup membuktikan bahwa proses aktivitas pendidikan nasional tengah mengalami kegagalan. Sebagai salah satu institusi masyarakat yang bertanggung jawab untuk menjamin tersedianya manusia-manusia yang mampu menjadi katalisator kesejahteraan sosial ekonomi, pendidikan telah berbalik arah
membebani masyarakat kita yang memang sudah carut marut diterpa badai krisis multidimensi yang berkepanjangan. Kiranya perlu kita amati lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena masyarakat kita. Studi sosiologi pendidikan tidak berusaha memberikan solusi yang bernuansa etis, akan tetapi kajian teoretisnya berusaha memberikan gambaran objektif tentang seluruh komponen yang mempengaruhi konstruksi hubungan antara pranata pendidikan dan pranata ekonomi
E. Beberapa Tantangan Dunia Pendidikan di Indonesia Saat Ini
Adapun tantangan yang menghadang dunia pendidikan
1. Indonesia saat ini meliputi:Heterogenitas Tingkat PendidikanMasyarakat Heterogenitas tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dapat dilihat pada masyarakat di seluruh kepulauan Indonesia. Masih banyak penduduk yang buta aksara terutama di pedesaan, di samping mayoritas sudah dapat membaca dan menulis bahkan banyak yang sarjana. Pada jenjang sekolah dasar, terutama di pedesaan banyak anak-anak usia sekolah yang tidak pernah mengikuti sekolah dasar, putus sekolah, di samping banyak yang tamat sekolah dasar. Hal yang sama juga terjadi pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Penyebab utamanya adalah masalah kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
2. Keterpurukan Perekonomian Masyarakat
Krisis ekonomi yang berawal dari krisis moneter tahun 1997, memiliki pengaruh signifikan terhadap dunia pendidikan Indonesia. Jumlah masyarakat miskin dan yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat. Pengangguran terbuka sudah mencapai 40 juta orang pada tahun 2004. Ditambah lagi pengangguran terselubung. Akibat langsung terhadap pendidikan adalah jumlah anak putus sekolah pada semua jenjang pendidikan meningkat. Indikator sosialnya adalah meningkatnya anak jalanan dan keluarga jalanan di kota-kota besar. Pada Pendidikan Tinggi, banyak mahasiswa yang diharapkan menjadi calon intelektual muda, terpaksa cuti kuliah karena keterbatasan ekonomi keluarga. Bagi siswa SLTP dan SLTA yang putus sekolah, masalahnya akan lebih rumit, karena pada usia ini, emosi mereka belum stabil, tidak toleran terhadap orang lain, agresif secara fisik, rendah kesadaran akan kesalahan diri, dan menunjukkan perilaku yang egoistik.
3. Masalah Pemerataan Pendidikan
Konsep "pendidikan untuk semua" mempunyai makna bahwa semua warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang baik, juga mempunyai kewajiban untuk membangun pendidikan nasional yang bermutu. Konsekuensinya diperlukan pemerataan pendidikan. Apa saja kendala yang dapat kita pelajari dari pemerataan pendidikan ini? Paling sedikit terdapat lima kendala internal yang menghambat pemerataan pendidikan yaitu
Adapun tantangan yang menghadang dunia pendidikan
1. Indonesia saat ini meliputi:Heterogenitas Tingkat PendidikanMasyarakat Heterogenitas tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dapat dilihat pada masyarakat di seluruh kepulauan Indonesia. Masih banyak penduduk yang buta aksara terutama di pedesaan, di samping mayoritas sudah dapat membaca dan menulis bahkan banyak yang sarjana. Pada jenjang sekolah dasar, terutama di pedesaan banyak anak-anak usia sekolah yang tidak pernah mengikuti sekolah dasar, putus sekolah, di samping banyak yang tamat sekolah dasar. Hal yang sama juga terjadi pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA. Penyebab utamanya adalah masalah kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
2. Keterpurukan Perekonomian Masyarakat
Krisis ekonomi yang berawal dari krisis moneter tahun 1997, memiliki pengaruh signifikan terhadap dunia pendidikan Indonesia. Jumlah masyarakat miskin dan yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat. Pengangguran terbuka sudah mencapai 40 juta orang pada tahun 2004. Ditambah lagi pengangguran terselubung. Akibat langsung terhadap pendidikan adalah jumlah anak putus sekolah pada semua jenjang pendidikan meningkat. Indikator sosialnya adalah meningkatnya anak jalanan dan keluarga jalanan di kota-kota besar. Pada Pendidikan Tinggi, banyak mahasiswa yang diharapkan menjadi calon intelektual muda, terpaksa cuti kuliah karena keterbatasan ekonomi keluarga. Bagi siswa SLTP dan SLTA yang putus sekolah, masalahnya akan lebih rumit, karena pada usia ini, emosi mereka belum stabil, tidak toleran terhadap orang lain, agresif secara fisik, rendah kesadaran akan kesalahan diri, dan menunjukkan perilaku yang egoistik.
3. Masalah Pemerataan Pendidikan
Konsep "pendidikan untuk semua" mempunyai makna bahwa semua warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang baik, juga mempunyai kewajiban untuk membangun pendidikan nasional yang bermutu. Konsekuensinya diperlukan pemerataan pendidikan. Apa saja kendala yang dapat kita pelajari dari pemerataan pendidikan ini? Paling sedikit terdapat lima kendala internal yang menghambat pemerataan pendidikan yaitu
(1) kendala geografis, artinya banyak pulaupulau atau daerah-daerah yang sulit dijangkau
pendidikan karena faktor komunikasi,
(2) sarana pendidikan yang terbatas akibat alokasi dana yang sangat minim,
(3) pemerintah masih mengutamakan pembangunan ekonomi sebagai prioritas, sementara
pendidikan belum memperoleh porsi yang wajar,
pendidikan belum memperoleh porsi yang wajar,
(4) tidak ada penghargaan yang wajar terhadap profesi guru, terutama yang menyangkut
kesejahteraan, padahal kunci utama pendidikan bermutu ialah mutu guru itu sendiri, dan
(5) perencanaan pendidikan yang sentralistik yang mengabaikan kemampuan dan karakteristik
F. KESIMPULAN
Perhatian
terhadap faktor manusia menjadi sentral akhir-akhir ini berkaitan
dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para
ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal yakni modal
manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor
teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut
tidak hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah
dari segi kualitas. Karena
itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi
perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum.
Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan
pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan
merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan
ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan
berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan
narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Dari kalimat di atas, apakah ukuran yang dapat menentukan kualitas manusia?
Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan hal ini seperti aspek
kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di
antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki peranan paling
penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia
dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia
diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik.
Dari
berbagai studi tersebut sangat jelas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya
kesempatan untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan, dan ketarmpilan,
keahlian, serta wawasan mereka agar mampu lebih bekerja secara
produktif, baik secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya, semakin
tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam
kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi
kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan
kesejahteraan bangsa tersebut.
DAFTAR REFERENSI
Supawi Pawenang, Materi Kuliah Lingkungan Ekonomi Bisnis Program S2 UNIBA Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar